ISUPUBLIK.ID – Syahputra Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Jaya menyambut baik pernyataan terbuka Wakil Bupati Aceh Jaya, Muslem D, yang mengkritik kinerja PT Barajaya (Perseroda). YARA menilai sikap Wakil Bupati merupakan bentuk tanggung jawab moral terhadap masyarakat yang selama ini menaruh harapan besar terhadap kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut dalam menggerakkan perekonomian dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun demikian, YARA juga menyoroti respons Direktur Utama PT Barajaya, Ryza Zeahsa, yang dinilai belum menyentuh akar persoalan. Menurut YARA, menyampaikan apresiasi terhadap kritik dan harapan dukungan memang baik, tetapi tidak cukup untuk menjawab serangkaian kegagalan PT Barajaya selama tiga tahun terakhir.
“Masalah utama Barajaya bukan semata pada keterbatasan modal, tetapi lebih pada ketidaksungguhan dalam membangun bisnis, lemahnya kepemimpinan, dan tidak adanya hasil nyata yang bisa dibuktikan di lapangan,” demikian pernyataan resmi YARA. Jum’at (25/7/2025).
YARA mencatat, sejak awal berdiri, PT Barajaya telah menjanjikan berbagai unit usaha seperti pembangunan kilang padi, produksi minyak nilam, peternakan ayam petelur, rental mobil, pabrik es, air minum kemasan, hingga jasa outsourcing tenaga kerja. Namun hingga kini, tak satu pun unit usaha tersebut berjalan secara nyata dan berkelanjutan.
“Contohnya kilang padi yang digadang-gadang untuk mendukung ketahanan pangan lokal, malah terbengkalai tanpa kejelasan. Padahal, saat ini masyarakat sedang menghadapi lonjakan harga beras,” ujar YARA.
YARA juga menyoroti unit usaha outsourcing ABR Jaya yang justru menimbulkan masalah baru. Laporan mengenai keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan kerja secara sepihak, hingga pemotongan upah tanpa kejelasan terus mencuat dan merusak kepercayaan publik terhadap profesionalisme perusahaan.
Terbaru, PT Barajaya kembali memunculkan rencana baru berupa pembangunan stockpile batu bara dan refinery minyak goreng (CPO). YARA mengkritisi pola tersebut sebagai pengulangan dari kegagalan sebelumnya, karena rencana-rencana ambisius terus diungkapkan tanpa penyelesaian dan evaluasi terhadap proyek-proyek yang telah gagal dijalankan.
“Publik tak bisa terus disuguhi wacana tanpa realisasi. Apalagi dana publik yang digunakan berasal dari penyertaan modal daerah,” tegas YARA.
Terkait dalih keterbatasan anggaran karena baru 25 persen dari total penyertaan modal Rp8 miliar yang dicairkan, YARA menilai hal itu tidak bisa dijadikan alasan utama. Menurut mereka, dengan dana yang sudah dicairkan sejak Desember 2022, semestinya minimal ada satu unit usaha yang bisa berjalan jika dikelola dengan serius.
Atas dasar itu, YARA mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan dan kinerja PT Barajaya. Mereka juga meminta agar pencairan modal baru ditunda hingga ada laporan lengkap dan akuntabel atas penggunaan dana sebelumnya.
YARA menegaskan tidak menolak pengembangan usaha, tetapi menolak pola lama yang terus diulang tanpa evaluasi. Menurut mereka, PT Barajaya harus dihentikan dari kebiasaan menyusun wacana tanpa aksi, dan pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap rupiah uang rakyat benar-benar memberi manfaat bagi kesejahteraan bersama
“Langkah korektif harus melibatkan auditor independen dan menjamin transparansi dalam seluruh proses bisnis ke depan. Pemerintah tidak boleh membiarkan BUMD ini terus menjadi beban yang disubsidi tanpa manfaat nyata bagi rakyat,” tegas YARA..()
Pewarta : Musliadi
Komentar