Daerah
Home » Berita » WANGSA Tanyakan Status Hukum PT MGK Di Aceh Barat

WANGSA Tanyakan Status Hukum PT MGK Di Aceh Barat

Sekretaris Jenderal Wahana Generasi Aceh (WANGSA)
Zikri Marpandi,Sekretaris Jenderal Wahana Generasi Aceh (WANGSA).(foto-pribadi)

ISUPUBLIK.ID – Sekretaris Jenderal Wahana Generasi Aceh (WANGSA), Zikri Marpandi, mempertanyakan respons sejumlah pihak yang dinilai defensif terhadap pernyataan lembaganya mengenai status hukum PT Magellanic Garuda Kencana (MGK). Menurutnya, PT MGK hingga kini belum memiliki legalitas yang tuntas.

“Kami telah memverifikasi langsung ke ESDM Aceh dan DLH Aceh Barat sebelum merilis informasi ini. Anehnya, setelah berita dipublikasikan, justru muncul bantahan tanpa disertai data konkret,” ujar Zikri, Sabtu (14/6/2025).

Zikri menyebut, pihaknya kembali menghubungi ESDM Aceh untuk memastikan tidak terjadi miskomunikasi. Kepala Bidang Minerba ESDM Aceh, Khairil Basyar, mengakui bahwa dari sembilan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut oleh BKPM, hanya PT MGK yang belum melakukan klarifikasi.

“Dari sembilan IUP yang dicabut, delapan perusahaan sudah datang langsung ke BKPM dan menandatangani Pakta Integritas untuk pemulihan izin. PT MGK belum melakukan hal yang sama, sehingga IUP-nya belum dipulihkan dan tidak terdaftar dalam sistem MODI (Minerba One Data Indonesia),” ujar Khairil melalui pesan WhatsApp.

Dengan demikian, lanjut Zikri, status PT MGK secara administratif bersifat abu-abu. “Jika mereka sudah menambang dalam kondisi ini, maka secara hukum, aktivitas tersebut bisa dikategorikan ilegal,” tegasnya.

KPRM UTU Meminta Presiden RI Bela Kedaulatan Aceh

Zikri menegaskan, permasalahan PT MGK tidak bisa direduksi menjadi sekadar polemik legalitas administratif. Menurutnya, hal tersebut merupakan upaya untuk mengaburkan persoalan struktural yang jauh lebih serius.

“Kalau hanya legalitas administratif, mungkin masih bisa ditoleransi. Tapi ini lebih dari itu. Jangan bingkai persoalan seolah kami hanya membahas kelengkapan dokumen. WANGSA tidak sesederhana itu,” tegasnya.

Zikri merujuk pada Surat Peringatan Terakhir dari DPMPTSP Aceh Nomor 540/DPMPTSP/290/2023 tertanggal 31 Januari 2023. Surat tersebut meminta PT MGK untuk segera memenuhi kewajiban operasional dan perizinan, jika tidak, IUP akan dicabut permanen. Namun, 1 tahun 4 bulan setelah surat itu dikeluarkan, PT MGK masih beroperasi.

“Ini bukan soal potensi pelanggaran lagi, ini soal pembiaran oleh pihak-pihak yang seharusnya bertindak,” ucap Zikri.

Zikri juga mengungkap dugaan keberadaan tenaga kerja asing asal Vietnam yang bekerja di area kapal penggeruk emas PT MGK. Di saat bersamaan, wilayah konsesi perusahaan tersebut menunjukkan kerusakan lingkungan parah, tanpa kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Barat.

Warga Teupin Ara Gelar Tradisi Khanduri Jeurat 10 Zulhijjah

“Kalau tidak ada kontribusi ekonomi, lalu di mana letak manfaat investasi?” katanya.

Zikri juga menyebut, data resmi Dinas ESDM Aceh pada 15 Agustus 2023 mengungkap tiga titik tambang ilegal yang seluruhnya berada dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT MGK. Informasi tersebut dapat diakses melalui laman resmi ESDM Aceh.

Respons perusahaan, kata Zikri, justru menyalahkan pihak luar atas kerusakan tersebut. Namun berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 dan Permen ESDM No. 26 Tahun 2018, pemegang IUP tetap bertanggung jawab atas reklamasi dan pemulihan lingkungan, tanpa pengecualian.

“Lebih ironis lagi, jaminan reklamasi baru disetor tahun 2024, dan RKAB baru disetujui bulan lalu. Artinya, PT MGK sudah beroperasi sebelum izin operasionalnya lengkap,” tambahnya.

Berita Acara Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Aceh Barat pada 22 Mei 2025 mencatat sejumlah pelanggaran oleh PT MGK terkait pengelolaan dampak lingkungan.

Presiden Prabowo Ambil Alih Polemik Empat Pulau Di Singkil

Beberapa temuan utama meliputi:

  1. Tidak menyampaikan laporan pelaksanaan RKL-RPL rutin setiap enam bulan.
  2. Tidak memiliki kolam pengendapan hingga saat ini.
  3. Tidak melakukan revegetasi di lahan pascatambang.
  4. Belum memiliki izin pembuangan dan pemanfaatan limbah.
  5. Pengelolaan air limbah tanpa persetujuan teknis dan tanpa pemantauan rutin.
  6. Tidak ada laporan hasil pemantauan kualitas air ke DLH kabupaten, provinsi, maupun KLHK RI.

Dokumen ini ditandatangani oleh DLH Aceh Barat dan perwakilan PT MGK.

“Jika perusahaan sendiri ikut menandatangani berita acara ini, maka tudingan terhadap WANGSA sebagai penyebar informasi tidak akurat adalah bentuk penyesatan publik,” kata Zikri.

Ia menambahkan, kelalaian terhadap tanggung jawab lingkungan bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi bentuk pembiaran yang membahayakan masyarakat dan ekosistem.

“WANGSA tidak sedang mencari panggung. Kami hanya ingin memastikan bumi Aceh tidak digali tanpa tanggung jawab,” tegasnya.

Menanggapi keraguan terhadap status hukum lembaga, Zikri menegaskan bahwa WANGSA telah resmi terdaftar sebagai yayasan di Kementerian Hukum dan HAM RI. Meski belum tercatat di Kesbangpol, hal itu tidak membatalkan legalitas organisasi secara hukum.()

Pewarta : Redaksi

Editor : Redaksi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Bisa Disalin