ISUPUBLIK.ID – Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Aceh Jaya, khususnya di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom. Kasus ini tidak hanya melibatkan penyimpangan program peremajaan sawit rakyat (PSR), tapi juga diduga kuat berkaitan dengan jual beli tanah ilegal yang dilakukan oleh sejumlah oknum, termasuk kepala desa (keuchik) setempat.
Tanah yang dipermasalahkan berada di kawasan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan negara. Masyarakat menuding sejumlah pejabat desa dan oknum terkait telah memperjualbelikan tanah tersebut tanpa dasar hukum yang jelas, bahkan di antaranya berada di dalam kawasan hutan lindung yang belum pernah digarap oleh warga.
“Tanah-tanah yang seharusnya dijaga justru diperjualbelikan oleh oknum. Ini tidak bisa dibiarkan karena jelas merugikan masyarakat dan negara,” ujar syahputra perwakilan YARA Aceh Jaya, Sabtu malam (19/7/2025).
Menurutnya, kasus serupa diduga tak hanya terjadi di Alue Meuraksa, dugaan praktik mafia tanah ini disebut telah menjalar ke hampir seluruh kecamatan di Aceh Jaya. Modus yang digunakan umumnya dengan menerbitkan surat sporadik atau keterangan tanah tanpa proses hukum yang sah, terutama pada lahan-lahan tidur di kawasan hutan yang belum digarap sejak tsunami 2004 hingga sekarang.
Ia menjelaskan, Lahan tersebut yang dilakukan oleh mafia tanah di Aceh Jaya diperkirakan mencapai ratusan hektare di setiap kecamatan dan kini mulai diklaim secara sepihak oleh oknum yang memiliki kekuasaan dan akses ke dokumen administrasi desa.
“Kami menemukan pola yang sama di banyak wilayah. Kawasan hutan yang dulu dibiarkan, kini dijual secara diam-diam oleh para mafia tanah yang bekerja sama dengan oknum pejabat desa. Ini sudah menjadi masalah serius lintas kecamatan,” terangnya.
YARA mendesak penegak hukum untuk segera membuka tabir mafia tanah di Aceh Jaya secara menyeluruh, termasuk melakukan audit terhadap tanah-tanah yang berada di wilayah hutan maupun yang sudah bersertifikat, untuk memastikan legalitasnya.()
Pewarta : Redaksi
Komentar