ISUPUBLIK.ID – Proses hukum kasus dugaan tindak pidana korupsi penerbitan redistribusi sertifikat tanah di Kabupaten Aceh Jaya terus bergulir. Pada Jumat (12/9/2025) sore, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Jaya resmi membacakan tuntutan terhadap terdakwa Aidi Akhyar bin Nazaruddin di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh.
Dalam sidang yang dimulai pukul 14.30 WIB tersebut, JPU menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Jaksa menegaskan, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar serta merugikan perekonomian masyarakat. “Terdakwa dengan sengaja dan secara melawan hukum menyalahgunakan kewenangannya hingga menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah,” sebut JPU dalam sidang.
Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa tahanan yang sudah dijalani terdakwa. Selain itu, terdakwa juga dituntut:
* Membayar denda Rp200 juta, subsider 6 bulan penjara.
* Membayar uang pengganti sebesar Rp40 miliar. Jika tidak dibayar dalam waktu 1 tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita dan dilelang. Apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka terdakwa akan diganti dengan pidana penjara tambahan selama 1 tahun.
* Membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Jaya, Cherry Arida, SH, dalam keterangan resminya menyatakan bahwa tuntutan ini tidak hanya bertujuan menghukum pelaku, melainkan juga untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Menurutnya, kasus korupsi seperti ini harus menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak lain yang berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang.
“Korupsi bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat. Tuntutan ini diharapkan memberi efek jera bagi terdakwa maupun calon pelaku lainnya,” tegas Cherry.
Sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan pembelaan (pledoi) dari penasihat hukum terdakwa pada 19 September 2025. Agenda ini akan menjadi kesempatan bagi terdakwa untuk memberikan bantahan atau permohonan keringanan hukuman di hadapan majelis hakim.
Kasus redistribusi sertifikat tanah di Aceh Jaya ini sendiri menjadi sorotan publik karena menyangkut program pemerintah yang seharusnya ditujukan untuk kepentingan rakyat. Alih-alih menyejahterakan masyarakat, justru program tersebut diduga disalahgunakan hingga menimbulkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar.()
Komentar