Opini
Home » Berita » PSR Aceh Jaya: Di Depan Mata, Tapi Tak Pernah Bisa Dipetik

PSR Aceh Jaya: Di Depan Mata, Tapi Tak Pernah Bisa Dipetik

Oleh: Redaksi IsuPublik.id

ISUPUBLIK.ID – Program Peremajaan Sawit Rakyat(PSR) dikenal Replenting sejatinya adalah jalan keluar bagi petani kelapa sawit di Aceh Jaya yang selama ini bergelut dengan kebun tua dan produktivitas rendah. Pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menggelontorkan dana triliunan rupiah secara nasional, agar kebun-kebun rakyat yang tidak produktif bisa diremajakan.

Namun kenyataan di Aceh Jaya jauh dari harapan. Program PSR tampak menjanjikan, tapi sulit dijangkau—dekat di mata, tapi tak pernah bisa dipetik.

Sejak 2019 setidaknya puluhan miliar dana dikucurkan dari pemerintah tapi apa yang ada saat ini hanya ucapan jempol yang dirasakan oleh sang petani melalui sejumlah koperasi dan kelompok tani yang tersebar dari Sampoiniet hingga ke Pasie Raya.

Namun dari semuanya, hasilnya mengecewakan. Alih-alih kebun sawit baru, lahan yang seharusnya diremajakan justru berubah menjadi hutan, semak belukar, atau kawasan tidak bertuan.

6 Atlet Aceh Jaya Raih Medali di Pomda XIX Aceh 2025

Bahkan Pemeriksaan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sejak akhir 2023 hingga pertengahan 2025 menemukan indikasi kuat bahwa kegiatan replanting tidak pernah benar-benar terlaksana. Dari total 1.532 hektare yang diajukan, sebagian besar diduga fiktif atau tidak sesuai fakta di lapangan. Petani penerima manfaat pun tak pernah menyentuh bibit, pupuk, atau hasil pekerjaan dari dana miliaran itu.

Hingga kini, Kejati Aceh telah memeriksa lebih dari 250 saksi dari unsur koperasi, petani, hingga dinas terkait. Bahkan, proses verifikasi lokasi menggunakan teknologi drone dilakukan demi memastikan apakah kegiatan benar-benar berlangsung. Hasilnya? Mayoritas lahan berada di kawasan kosong, hutan, atau belum pernah ditanami ulang.

Namun, meski pemeriksaan telah berlangsung hampir dua tahun, hingga pertengahan 2025 belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Proses hukum terkesan berjalan lambat, sementara para petani terus menanggung dampak dari program yang gagal total ini.

Di satu sisi, petani berharap program PSR dapat menjadi penyelamat ekonomi keluarga. Di sisi lain, mereka menjadi korban dari proses yang diduga sarat permainan. Tak sedikit kelompok tani yang telah menyerahkan dokumen, membuka lahan, dan berharap banyak, justru tak mendapatkan hasil apa pun. Lebih menyakitkan lagi, sebagian nama petani digunakan tanpa sepengetahuan mereka dalam proposal pengajuan dana.

Petani dirugikan dua kali: tidak mendapat bantuan, dan namanya digunakan dalam laporan fiktif. Mereka tidak hanya kehilangan waktu dan harapan, tapi juga kepercayaan terhadap pemerintah dan sistem.

Satu Rumah Warga di Aceh Jaya Alami Kebakaran

Kasus PSR di Aceh Jaya adalah cermin dari buruknya pengelolaan program bantuan skala besar yang tidak diawasi secara serius. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus melakukan evaluasi total. Pengawasan mesti diperkuat. Mekanisme verifikasi harus transparan. Dan yang terpenting, petani harus ditempatkan sebagai subjek utama, bukan objek manipulasi.

Jika negara benar-benar ingin memberdayakan petani sawit rakyat, maka yang dibutuhkan bukan hanya dana, tapi juga kejujuran, keadilan, dan kepastian hukum. Jangan sampai program mulia ini berubah menjadi ladang korupsi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Program PSR di Aceh Jaya sesungguhnya ada, nyata di atas kertas, bahkan dananya sudah cair. Tapi bagi para petani, semua itu hanya fatamorgana. Lahan tak berubah, bibit tak pernah datang, dan harapan tinggal harapan.

PSR di Aceh Jaya memang sudah di depan mata — tapi hingga kini, tak satu pun petani bisa memetik hasilnya.

Laka Maut di Aceh Jaya Satu Warga Meninggal di Tempat

Pewarta : Redaksi

Editor : Redaksi

Berita Terkait

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Bisa Disalin