ISUPUBLIK.ID– Proses Hak pengeloan lahan (HPL) Transmigrasi yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat diduga disusupi praktik mafia tanah di sejumlah wilayah Aceh Jaya , khususnya di kawasan yang berbatasan dengan hutan.
Dugaan ini mencuat setelah ditemukan informasi sejumlah surat sporadik atau surat keterangan tanah yang diterbitkan tanpa kejelasan status lahan dan lokasi yang masih berupa kawasan hutan atau lahan .
YARA Perwakilan Kabupaten Aceh Jaya, Syahputra menyampaikan, Praktik ini ditengarai melibatkan oknum kepala desa, pihak ketiga, bahkan diduga adanya pembiaran dari aparat penegak hukum dan instansi terkait.
“Banyak tanah yang masih dalam kawasan hutan, lahan kawasan transmigrasi tapi sudah punya surat. Diduga ada permainan di balik penerbitan hak pelepasan tersebut,” kata salah Syahputra. Minggu (20/7/2025).
Menurutnya, Di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, misalnya, kasus jual beli tanah mencuat ke permukaan setelah adanya laporan warga terkait aktivitas mencurigakan penerbitan surat tanah di lahan yang diduga hak warga transmigrasi yang pernah tinggal belasan tahun yang lalu. Kepala desa setempat juga disebut-sebut ikut terlibat dalam proses tersebut.
Menanggapi hal ini, Bupati Aceh Jaya, Safwandi, menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten tidak pernah mengeluarkan perintah penerbitan sporadik untuk kepentingan jual beli tanah. Ia menyebut, segala proses pelepasan lahan yang sedang berlangsung saat ini hanya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, bukan untuk diperjualbelikan.
“Kami tegaskan, tidak ada perintah dari pemerintah daerah untuk menjual tanah. Jika ada kepala desa yang menyalahgunakan kewenangan, maka itu tanggung jawab pribadi dan akan kami proses,” tegas Safwandi.
Sementara itu, YARA Perwakilan Aceh Jaya menilai praktik ini berpotensi memperluas konflik agraria dan merusak tata ruang wilayah, terlebih jika dilakukan di kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi.
” Saya mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas mafia tanah yang bermain di balik hak pelepasan lahan,” Tegas Syahputra.
Ia pun mengharapkan, Pemerintah dan lembaga pengawas diharapkan segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap surat-surat tanah yang terbit dalam 10 tahun terakhir, khususnya di daerah yang masuk dalam kawasan hutan atau rawan sengketa termasuk kawasan lahan transmigrasi.
Untuk diketahui, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sebelumnya secara resmi mengajukan permohonan pelepasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Transmigrasi kepada Kementerian Transmigrasi Republik Indonesia.
Dokumen pengajuan diserahkan langsung oleh Wakil Bupati Aceh Jaya, Muslem D, SE, kepada Direktur Perencanaan Kawasan Transmigrasi Pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia usai jamuan makan siang di Resto Aneuk Laot, Calang, pada Selasa (15/04/2025).
Saat itu, Wakil Bupati Muslem menyampaikan, lahan HPL yang diajukan untuk dilepaskan merupakan aset yang berada di wilayah Aceh Jaya dan sudah lama tidak lagi dikelola oleh Kementerian Transmigrasi. Pemerintah daerah berencana memanfaatkan lahan tersebut untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya warga kurang mampu.
“Tanah ini nantinya akan kami alokasikan kepada masyarakat yang belum memiliki lahan, terutama mereka yang masuk kategori miskin ekstrem,” ujar Muslem.
Ia menambahkan, kebijakan ini merupakan salah satu bentuk komitmen Pemkab Aceh Jaya dalam mengatasi ketimpangan sosial dan memperluas akses terhadap kepemilikan lahan bagi warga yang membutuhkan.
Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Kepala Dinas Sosial, Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh Jaya, Bahktiar, serta Asisten I Setdakab Aceh Jaya, M. Milsa. Kehadiran para pejabat tersebut menunjukkan dukungan penuh pemerintah daerah terhadap upaya percepatan. ()
Pewarta : Musliadi
Komentar