ISUPUBLIK.ID – Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Barat untuk menutup sejumlah sekolah di daerah tersebut menuai gelombang penolakan. Salah satunya datang dari kalangan mahasiswa. Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (USK), yang juga menjabat sebagai Ketua Umum HMI FKIP USK, Rivaldi, menegaskan sikap menolak keras kebijakan tersebut.
“Kebijakan ini adalah bentuk pengabaian terhadap hak dasar anak-anak Aceh Barat untuk mendapatkan pendidikan. Fakta bahwa siswa menangis karena sekolahnya akan ditutup adalah potret nyata gagalnya pemerintah memahami suara rakyatnya sendiri,” kata Rivaldi dalam keterangannya kepada media, Selasa (24/9/2025).
Menurut Rivaldi, rencana penutupan sekolah bukanlah solusi yang tepat dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Ia menilai kebijakan ini justru berpotensi memperpanjang jarak tempuh anak-anak untuk bersekolah, menambah beban orang tua, serta mengancam keberlangsungan hidup para guru yang telah mengabdikan diri di sekolah-sekolah tersebut.
“Jika sekolah ditutup, anak-anak akan dipaksa menempuh perjalanan lebih jauh untuk belajar. Ini tentu akan berdampak pada psikologis mereka, menambah biaya transportasi, dan membuat orang tua semakin kesulitan. Sementara para guru akan kehilangan tempat mereka mengajar, yang berarti ancaman terhadap mata pencaharian mereka,” tegasnya.
Rivaldi mendesak Pemkab Aceh Barat untuk segera mengkaji ulang kebijakan tersebut dan membuka ruang dialog bersama seluruh pihak terkait, termasuk orang tua murid, guru, tokoh masyarakat, serta mahasiswa. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah seharusnya berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan mengambil keputusan instan yang justru menyengsarakan.
“Kami mendesak Pemkab Aceh Barat untuk segera mengkaji ulang kebijakan penutupan sekolah dan membuka ruang dialog dengan orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan mahasiswa. Pemerintah daerah harus berpihak pada rakyat, bukan pada kebijakan instan yang menyengsarakan,” ujarnya lagi.
Mahasiswa, kata Rivaldi, siap mengawal persoalan ini hingga tuntas. “Pendidikan adalah hak setiap warga negara, bukan komoditas yang boleh diputuskan sepihak. Kami akan terus mengawal dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada masyarakat, terutama anak-anak yang menjadi generasi penerus bangsa,” pungkasnya.()
Komentar