ISUPUBLIK.ID – Krisis bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Bio Solar di Kabupaten Aceh Jaya kian memprihatinkan. Dalam beberapa pekan terakhir, antrean panjang kendaraan, terutama dump truck dan angkutan umum, tampak mengular di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Calang dan sekitarnya.
Situasi ini menyebabkan aktivitas sopir nyaris lumpuh. Mereka harus menunggu berjam-jam bahkan seharian penuh hanya untuk mendapatkan jatah beberapa liter solar. “Kadang kami antre dari subuh sampai siang belum juga dapat solar. Kalau begini terus, kami tidak bisa kerja,” keluh salah seorang sopir truk di Calang, Jumat (7/11/2025).
Kondisi serupa juga terjadi di Kecamatan Teunom hampir setiap hari banyak kenderaan yang harus menunggu lama di SPBU. Selain itu, meningkatnya permintaan dari sektor transportasi dan pekerjaan pemerintahan di daerah dan industri logistik juga memperparah situasi.
Akibat kelangkaan ini, banyak sopir truk dan pengusaha angkutan mengeluhkan kerugian akibat waktu kerja yang terbuang dan biaya operasional yang meningkat. Mereka berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk menormalkan pasokan BBM bersubsidi di daerah tersebut.
“Kalau terus begini, ekonomi masyarakat bisa lumpuh. Harga barang juga pasti ikut naik,” ujar seorang sopir lainnya.
Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah bergerak cepat merespons potensi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Biosolar yang mulai dirasakan di sejumlah daerah. Atas instruksi Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau kerap disapa Mualem, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Taufik, telah mengajukan usulan penambahan kuota Biosolar sebanyak 25.711 kiloliter (KL) kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) di Jakarta.
Langkah cepat ini ditempuh menyusul laporan meningkatnya konsumsi BBM di beberapa wilayah, seiring tingginya aktivitas ekonomi dan mobilitas transportasi.
Dalam surat Gubernur Aceh bernomor 500.10.8/15576 tertanggal 21 Oktober 2025, disebutkan bahwa realisasi penggunaan Biosolar hingga Oktober 2025 telah mencapai 455.755 KL, atau 106 persen dari kuota tahunan yang ditetapkan sebesar 430.044 KL.
Kondisi tersebut terungkap dalam rapat koordinasi Dinas ESDM Aceh bersama PT Pertamina Patra Niaga, yang menunjukkan adanya lonjakan kebutuhan energi khususnya di sektor transportasi dan logistik.
Kepala Dinas ESDM Aceh, Taufik, yang didampingi Kabid Migas Dian Budi Darma, menyatakan usulan penambahan kuota tersebut sudah disampaikan langsung ke BPH Migas.
“Surat usulan tambahan Biosolar sudah diteken Pak Gubernur dan telah kami serahkan. Ini langkah cepat agar Aceh tidak mengalami kekurangan pasokan BBM subsidi hingga akhir tahun,” ujar Taufik di Banda Aceh, Rabu (4/11/2025).
Menurutnya, peningkatan konsumsi paling terasa di wilayah pesisir Barat–Selatan dan Timur–Utara Aceh. Di kawasan Barat–Selatan, aktivitas pengiriman CPO (Crude Palm Oil) keluar daerah meningkat pesat, ditandai dengan pergerakan puluhan mobil tangki setiap malam menuju Sumatera Utara. Sementara di wilayah pesisir Timur–Utara, lonjakan permintaan BBM dipicu meningkatnya arus distribusi bahan pokok, pupuk, hingga material bangunan yang masuk dan keluar Aceh.
“Setiap malam truk-truk besar bergerak melintasi rute antarprovinsi. Sejak Juni hingga Oktober 2025, kebutuhan Biosolar melonjak drastis,” jelas Taufik. Ia menambahkan, jika tambahan kuota tidak segera diberikan, pasokan BBM subsidi di sejumlah SPBU, terutama di wilayah pesisir, berpotensi menipis bahkan terhenti.
Kondisi tersebut dipastikan berdampak langsung pada distribusi barang dan kebutuhan pokok masyarakat. “Kalau tidak ada tambahan, distribusi akan terganggu, dan itu berpotensi memukul rantai pasok,” tegasnya.()












Komentar