ISUPUBLIK.ID – Kawasan ekowisata mangrove yang terletak di Desa Gampong Baro Sayeung Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya terancam stagnan akibat keterbatasan dana untuk pembenahan fasilitas.
Meski memiliki potensi wisata dan edukasi yang besar, tempat wisata berbasis pelestarian lingkungan ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah maupun pihak swasta.
Pengelola ekowisata mangrove, karilk mengungkapkan bahwa sejumlah fasilitas penting seperti jalur tracking sudah mulaii rusak dan pudar sehingga sangat mengancam keselamatan pengunjung sehingga sangat butuh dana untuk dilakukan perbaikan.
Ia menjelaskan, akibat kekurangan dana yang dimiliki pihaknya belum dapat diperbaiki karena keterbatasan anggaran padahal tracking ini menjadi salah satu akses menuju ke warung yang disediakan di lokasi mangrove sehingga untuk tidak dilalui pengunjung terpaksa kami tutup sementara sambil mencari dana untuk dilakukan perbaikan.
“Kawasan ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata edukatif dan konservatif. Tapi sejauh ini kami kesulitan dalam pembiayaannya,” ujarnya,sabtu,21/6/2025.
Selain itu, sarana penunjang lainnya seperti toilet, tempat istirahat, dan akses jalan menuju lokasi juga memerlukan perbaikan agar lebih nyaman dan aman bagi pengunjung.
Ekowisata mangrove Aceh Jaya selama ini menjadi salah satu destinasi alternatif yang menawarkan keindahan alam dan kekayaan ekosistem pesisir. Namun tanpa dukungan dana, pengelolaan kawasan tersebut dinilai belum maksimal.
Pihak pengelola berharap adanya intervensi dari pemerintah daerah serta dukungan dari CSR perusahaan swasta untuk mendorong pengembangan kawasan ini, demi keberlanjutan lingkungan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat setempat.
Wisata ini pertama kali dibentuk pada tahun 2017, dan memiliki kawasan konservasi seluas 600 hektar. Di mana 300 hektar berada di Gampong Baro Sayeng, dan sisanya berada di Gampong Lhok Bot.
Sementara panjang trek atau jembatan gantung yang dibangun berkisar 130 meter. Saat ini, ekowisata mangrove tersebut dikelola secara swadaya masyarakat dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) desa setempat.
Menurut ia, wisatawan yang berkunjung bukan hanya dari lokal saja, melainkan juga datang dari luar Aceh. Meskipun baru, spot wisata ini telah banyak dikenal oleh masyarakat luar. ()
Pewarta : Musliadi
Komentar