ISUPUBLIK.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjelang puncak musim kemarau yang diperkirakan terjadi pada Agustus 2025.
Peringatan ini disampaikan langsung oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Karhutla yang digelar secara daring oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Selasa, (29/7/2025).
Dwikorita menyebut wilayah Sumatera dan Kalimantan sebagai daerah prioritas pengawasan, khususnya Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan analisis curah hujan 10 harian, sebagian besar wilayah tersebut mengalami kondisi minim hujan dengan dominasi zona merah dalam peta Fire Danger Rating System (FDRS).
“Kawasan yang masuk zona merah sangat rawan terbakar, bahkan bisa terjadi secara alami tanpa sumber api dari manusia,” kata Dwikorita.
BMKG juga mencatat bahwa hujan sempat terjadi akibat Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), namun dampaknya hanya bersifat sementara. Potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah kritis kembali rendah dengan dominasi warna kuning dan oranye dalam prakiraan harian.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menilai sinergi antara BMKG dan BNPB dalam pelaksanaan OMC sebagai langkah positif. Ia menekankan bahwa efektivitas OMC kini sangat bergantung pada akurasi data cuaca, bukan sekadar teknik penyemaian garam.
“Kolaborasi berbasis data sangat krusial, terutama untuk wilayah terpencil yang sulit dijangkau,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menegaskan pentingnya koordinasi lintas instansi dalam penanganan karhutla. Menurutnya, kecepatan dan kekompakan semua pihak menjadi faktor penentu keberhasilan.
“Kalau kita bisa bertindak cepat dan bersama-sama, kebakaran bisa dikendalikan meskipun terjadi di banyak tempat,” tegasnya.
BNPB mencatat hingga pertengahan 2025 telah terjadi 278 kasus karhutla secara nasional. Di Provinsi Riau, operasi terpadu yang melibatkan TNI, Polri, relawan, serta dukungan OMC dan helikopter water bombing berhasil menahan penyebaran api, meskipun situasi masih tergolong rawan.
BMKG memprediksi musim kemarau akan berlangsung hingga September, dengan awal musim hujan diperkirakan mulai Oktober. Dwikorita pun mengingatkan dua bulan ke depan sebagai masa kritis yang memerlukan kesiagaan penuh.
“Musim hujan belum tiba. OMC bukan jaminan. Kuncinya ada pada patroli ketat, deteksi dini, dan pemadaman cepat,” tandasnya.
Sebagai penutup, Dwikorita mendorong penggunaan data iklim dan prakiraan cuaca ekstrem secara strategis. Ia meminta kepala daerah menjadikan laporan BMKG sebagai dasar pengambilan keputusan, baik dalam menjalankan OMC, menggerakkan tim darat, maupun memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih siap menghadapi ancaman karhutla.()
Pewarta : Redaksi
Komentar