ISUPUBLIK.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan masa jabatan kepala desa tetap enam tahun mendapat tanggapan dari aparatur desa di Aceh Jaya.
Sebelumnya, lima kepala desa dari Aceh mengajukan uji materi Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dengan harapan diperpanjang menjadi delapan tahun. Namun, MK menolak seluruh permohonan tersebut, sehingga aturan masa jabatan kepala desa di Aceh tetap mengikuti Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Amri Arman, Kepala Desa Alue Raya Kecamatan Panga, menyatakan mendukung putusan MK tersebut. Namun ia berharap ke depan masa jabatan kepala desa di Aceh tidak lagi dibatasi periode, melainkan cukup oleh faktor usia.
“Selama ini kepala desa hanya bisa menjabat dalam periode tertentu, sehingga masyarakat memiliki keterbatasan untuk kembali memilih pemimpin yang dinilai mampu. Khusus di Aceh, sebaiknya persoalan pembatasan periode jabatan kepala desa diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat,” ujar Amri, Rabu (20/8/2025).
Amri menilai kondisi sumber daya manusia (SDM) kepala desa di Aceh, khususnya di daerah terpencil, berbeda dengan di perkotaan. Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan aturan khusus bagi Aceh meskipun usulan masa jabatan delapan tahun sudah dibatalkan.
Ia bahkan mengusulkan agar aturan dibuat berdasarkan rentang usia, bukan periode jabatan. “Calon kepala desa minimal berusia 25 tahun dan maksimal 70 tahun. Jadi jangan dibatasi hanya bisa maju satu, dua, atau tiga kali,” tegasnya.
Amri berharap pemerintah memberi keleluasaan seperti pencalonan anggota dewan. “Mau sekali, dua kali, atau lebih, seharusnya diberi kebebasan karena kepala desa itu dinilai langsung oleh rakyat di desanya,” pungkasnya.()
Komentar