ISUPUBLIK.ID – Yayasan Wahana Generasi Aceh (Wangsa) mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh untuk membuka informasi kepada publik terkait agenda kunjungan ke lokasi PT Magellanic Garuda Kencana (MGK) yang berlangsung pada 25 Juni 2025 lalu.
Sekretaris Jenderal Wangsa, Zikri Marpandi, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak Polda Aceh maupun instansi terkait mengenai maksud, tujuan, serta tindak lanjut dari kunjungan tersebut.
Padahal, kunjungan itu melibatkan sejumlah instansi pemerintah seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh Barat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Aceh Barat, serta Polres Aceh Barat.
“Sampai hari ini tidak ada kejelasan mengenai agenda utama dari kunjungan itu. Apakah untuk verifikasi perizinan, evaluasi dampak lingkungan, atau hal lainnya. Semua berlangsung secara tertutup, padahal menyangkut kepentingan masyarakat luas,” kata Zikri, Kamis, (10/7/2025).
Zikri menjelaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat rekomendasi kepada instansi terkait sejak 12 Juni 2025, disusul surat lanjutan pada 20 Juni. Namun, satu-satunya respons yang diterima Wangsa adalah informasi bahwa Polda Aceh melakukan kunjungan ke lokasi pada 25 Juni.
“Tidak ada laporan hasil, tidak ada transparansi tindak lanjut. Ini sangat mengecewakan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Wangsa mengklaim telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi aktivitas PT MGK. Dalam kunjungan tersebut, pihaknya menemukan adanya pembangunan satu unit kapal penggeruk emas baru di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Woyla, yang ukurannya disebut lebih besar dari kapal sebelumnya.
“Yang kami lihat di lapangan sangat mengkhawatirkan. Kapal baru sedang dirakit secara leluasa di wilayah DAS Woyla. Ini seperti pembiaran yang terorganisir,” ungkap Zikri.
Menurutnya, wilayah tersebut merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (2) Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh Barat. Ia juga menyoroti bahwa dalam Pasal 47 dan 48 Qanun RTRW Aceh Barat, terdapat larangan tegas terhadap segala bentuk aktivitas yang merusak ekosistem dan mengganggu fungsi sungai.
Wangsa berkomitmen akan terus mendorong pengungkapan fakta serta meminta seluruh pihak bertanggung jawab menjalankan kewajiban sesuai ketentuan hukum. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan penegakan hukum demi menjaga keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial di Aceh Barat.
” Aturan hukumnya jelas. Namun jika tidak ditegakkan, maka akan terjadi kerusakan permanen yang sulit dipulihkan. Kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.()
Pewarta : Musrijal Lamkaruna
Komentar