ISUPUBLIK.ID – Pemerintah Kabupaten Aceh Besar mengambil langkah tegas dalam upaya melestarikan bahasa daerah. Mulai Kamis (10/7/2025), seluruh aparatur sipil negara (ASN) di wilayah tersebut diwajibkan menggunakan bahasa Aceh dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan kerja.
Kebijakan ini disampaikan oleh Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Aceh Besar Bidang Tata Pemerintahan, Keistimewaan, dan Kesejahteraan Rakyat, Farhan, AP, dalam acara Penguatan dan Fasilitasi Penyusunan AD/ART serta Program Kerja Komite Sekolah se-Kabupaten Aceh Besar di Hotel Hijrah, Kecamatan Ingin Jaya, Rabu (9/7/2025).
Farhan menjelaskan, kebijakan tersebut merupakan respon terhadap hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyatakan bahwa bahasa Aceh kini berada dalam status “definitely endangered” atau terancam punah secara pasti. Bahasa Aceh mendapat skor 3 berdasarkan kriteria UNESCO, yang menunjukkan tingginya ancaman kepunahan.
“Ini bukan sekadar data, tapi peringatan serius bagi kita semua,” ujar Farhan.
Menurutnya, penurunan penggunaan bahasa Aceh dipicu oleh sejumlah faktor, seperti pergeseran bahasa di lingkungan keluarga, pengaruh globalisasi, dan minimnya pewarisan bahasa dari generasi tua kepada generasi muda. Ia juga menyoroti persepsi negatif sebagian masyarakat terhadap penggunaan bahasa daerah.
“Banyak keluarga sekarang lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari, termasuk di rumah. Ini realita yang harus kita ubah,” tegasnya.
Farhan menambahkan, fenomena perpindahan penduduk ke kota besar dan meningkatnya pernikahan campur juga mempercepat penyusutan jumlah penutur aktif bahasa Aceh.
“Jika bahasa punah, maka kita kehilangan lebih dari sekadar alat komunikasi. Kita kehilangan budaya, identitas, dan sejarah peradaban kita,” imbuhnya.
Meski begitu, ia mengapresiasi berbagai pihak yang selama ini aktif dalam upaya pelestarian bahasa Aceh, mulai dari Balai Bahasa Aceh, akademisi, hingga komunitas pegiat bahasa. Farhan menegaskan bahwa pelestarian bahasa daerah adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah.
“Pelestarian bahasa Aceh harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun pendidikan. ASN kita beri contoh lebih dulu. Harapannya, sekolah juga ikut menerapkannya, agar generasi muda tetap mengenal dan mencintai bahasanya sendiri,” ujar Farhan.
Ia berharap, hasil riset BRIN ini menjadi momentum kebangkitan gerakan pelestarian bahasa dan budaya Aceh agar tetap hidup dan diwariskan kepada generasi mendatang.()
Sumber: RRI
Komentar