Nasional
Home » Berita » DPM UTU Tanggapi Polemik Empat Pulau Di Aceh Singkil

DPM UTU Tanggapi Polemik Empat Pulau Di Aceh Singkil

Arie Guci
Arie Guci,Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Teuku Umar (UTU).(foto-ist)

ISUPUBLIK.ID – Polemik penetapan empat pulau di kawasan perairan Aceh sebagai bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara oleh Kementerian Dalam Negeri menuai respons keras dari berbagai kalangan, termasuk dari mahasiswa. Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Teuku Umar (UTU), Arie Guci, menjadi salah satu suara tegas yang menyerukan perlawanan konstitusional terhadap keputusan tersebut.

Dalam keterangannya kepada media pada Sabtu (14/6), Arie menyatakan bahwa persoalan empat pulau ini bukan sekadar konflik batas wilayah administratif, tetapi menyangkut marwah, jati diri, dan integritas sejarah Aceh sebagai entitas politik dan budaya yang memiliki legalitas kuat dalam kerangka keindonesiaan.

“Keputusan Kemendagri yang menetapkan empat pulau itu ke wilayah Sumatera Utara bertentangan secara terang dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Undang-undang ini adalah landasan resmi pemisahan Aceh dari Sumut, dan batas-batas wilayahnya sudah sangat jelas,” tegas Arie.

Ia menambahkan, bukan hanya aspek hukum nasional yang dilanggar, tetapi juga ruh dari Nota Kesepahaman Helsinki yang menjadi fondasi perdamaian Aceh pascakonflik bersenjata selama puluhan tahun. “Perjanjian Helsinki secara eksplisit merujuk pada batas wilayah 1956 sebagai dasar penguatan kewenangan Aceh. Ini bukan sekadar daratan kosong, empat pulau ini memiliki sejarah dan nilai simbolik bagi Aceh,” ujarnya.

Arie juga menegaskan bahwa DPM UTU secara kelembagaan mendukung penuh langkah Pemerintah Aceh bersama Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh yang saat ini sedang menempuh jalur diplomasi administratif, politik, dan hukum untuk membatalkan keputusan yang dinilai tidak adil dan mencederai hak Aceh.

Mobil Wakil Bupati Terlibat Laka Lalu Lintas Satu Warga Meninggal

“Kami menolak narasi yang mereduksi polemik ini seolah-olah hanya sekadar teknis atau administratif. Ini soal prinsip, ini soal Aceh,” ujarnya penuh semangat.

Menurutnya, mahasiswa dan generasi muda tidak boleh menjadi penonton pasif dalam konflik kedaulatan wilayah seperti ini. Sebaliknya, mereka harus menjadi bagian dari solusi yang cerdas, terukur, dan berbasis konstitusi.

“Kita tidak boleh emosional tanpa arah. Tapi kita juga tidak boleh diam. Ini saatnya generasi muda Aceh berdiri dengan argumen, data, dan aksi yang terstruktur. Kita akan kawal ini sampai tuntas,” ucap Arie dengan nada tegas.

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan pentingnya pendidikan sejarah kewilayahan Aceh di kalangan pemuda, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Ia khawatir, jika generasi muda tidak memahami pentingnya batas wilayah, maka mereka akan mudah dikecoh oleh kebijakan-kebijakan pusat yang tidak sensitif terhadap realitas historis daerah.

“Jangan sampai suara kita diabaikan. Pemerintah pusat harus mendengar bahwa Aceh tidak tinggal diam. Aceh punya suara, punya martabat, dan kami sebagai generasi muda siap menjaganya,” pungkasnya.

KNPI Tolak Keputusan Mendagri Soal Pulau Aceh Masuk Sumut

Pernyataan keras Ketua DPM UTU ini menjadi sinyal bahwa polemik empat pulau tidak hanya menjadi isu pemerintah daerah atau elite politik, tetapi telah menjadi isu kesadaran kolektif generasi muda Aceh yang siap terlibat aktif dalam menjaga hak dan kehormatan wilayahnya.

Pewarta : Musrijal

Editor : Redaksi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Bisa Disalin