Daerah
Home » Berita » Program PSR Buket Keumuneng Dinilai Gagal, Nasri Saputra Desak Pengusutan Tuntas

Program PSR Buket Keumuneng Dinilai Gagal, Nasri Saputra Desak Pengusutan Tuntas

Lahan Replanting. (Foto-ist)

ISUPUBLIK.ID — Program peremajaan kelapa sawit (replanting) di Desa Buket Keumuneng, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya, dinyatakan gagal total setelah Tim Auditor Internal Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memutuskan untuk menghentikan kegiatan tersebut. Hasil audit menyebutkan bahwa lokasi replanting berada dalam kawasan jalur lintasan gajah liar, sehingga program tidak bisa dilanjutkan.

Kabar kegagalan program itu langsung memicu reaksi publik, termasuk dari kalangan masyarakat sipil. Salah satu yang angkat bicara adalah Nasri Saputra, pegiat sosial Aceh Jaya yang menyoroti lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan program nasional tersebut.

Menurut Nasri, keputusan BPDPKS yang menghentikan program setelah berjalan dinilai sangat janggal. Ia mempertanyakan proses verifikasi awal yang seharusnya dilakukan secara ketat oleh tim teknis sebelum penetapan lokasi replanting.

“Ini menjadi pertanyaan besar. Kalau memang kawasan itu termasuk jalur gajah, kenapa bisa lolos verifikasi dari awal? Seharusnya pemerintah, lembaga teknis, dan pihak pengusul memastikan lokasi bebas dari konflik satwa sebelum program dijalankan,” ujar Nasri yang akrab disapa Poen Check, Jumat (7/11/2025).

Nasri juga menyoroti kemungkinan adanya penggunaan dana besar sebelum program dinyatakan gagal. Menurut informasi yang diterimanya, anggaran yang sudah ditarik dari BPDPKS untuk pelaksanaan replanting di Buket Keumuneng mencapai lebih dari Rp5 miliar.

Aceh Jaya Raih Sejumlah Juara di MTQ Aceh namun Belum Masuk 10 Besar

“Kita tidak bicara sekadar gagal tanam, tapi bagaimana dana yang sudah terserap? Berapa yang terealisasi dan berapa yang benar-benar digunakan sesuai prosedur? Ini harus diusut sampai tuntas,” tegasnya.

Ia meminta agar seluruh pihak terkait, termasuk dinas teknis di Aceh Jaya, melakukan audit terbuka terhadap anggaran yang telah digunakan. Menurutnya, transparansi menjadi kunci agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah tidak semakin luntur.

Program replanting kelapa sawit di Kabupaten Aceh Jaya bukan hal baru. Sejak tahun 2018, pemerintah daerah mulai melaksanakan program peremajaan sawit rakyat yang dibiayai oleh BPDPKS. Targetnya, hasil panen perdana akan diperoleh pada tahun 2024, karena bibit yang ditanam pada 2019 sudah cukup umur untuk berproduksi.

Namun, alih-alih menuai hasil, program tersebut justru banyak menghadapi masalah. Selain faktor lingkungan seperti gangguan gajah liar yang merusak bibit sawit muda, replanting juga terseret kasus dugaan korupsi besar.

Berdasarkan data, total dana yang dikucurkan untuk program replanting di Aceh Jaya mencapai Rp129 miliar lebih, mencakup 17 titik lokasi di enam kecamatan. Dari jumlah tersebut, Kejaksaan Tinggi Aceh telah menemukan indikasi kuat adanya penyelewengan dana hingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp38,4 miliar.

10 Besar Juara MTQ ke-37 di Pidie Jaya, Kabupaten ini Raih Juara Umum

Ia mengatakan,saat ini kasus korupsi replanting ini menjerat sejumlah pejabat daerah. Kejaksaan Tinggi Aceh telah menetapkan tiga tersangka, masing-masing seorang Sekretaris Daerah (Sekda), mantan Kepala Dinas Pertanian, dan seorang anggota DPRK Aceh Jaya.

Ketiganya diduga melakukan manipulasi data dan proposal untuk memperoleh dana bantuan dari BPDPKS. Modus yang digunakan antara lain memalsukan daftar petani penerima manfaat, menggunakan nama petani fiktif, serta mencantumkan lahan milik perusahaan sebagai lahan kelompok tani.

Sumber internal menyebutkan bahwa berkas perkara kasus ini sedang disiapkan untuk dilimpahkan ke pengadilan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru setelah pengembangan penyidikan lanjutan.

Hasil evaluasi lapangan menunjukkan bahwa hampir seluruh titik pelaksanaan replanting di Aceh Jaya gagal mencapai target. Banyak lokasi yang tidak berhasil menanam sesuai rencana akibat kondisi lahan yang tidak layak, konflik satwa liar, hingga lemahnya pendampingan teknis dari dinas terkait.

Dari 17 titik di enam kecamatan, sebagian besar dinyatakan tidak produktif. Bahkan ada lokasi yang sama sekali belum ditanami padahal dana sudah terserap. Kondisi ini membuat publik menilai bahwa program replanting di Aceh Jaya merupakan salah satu proyek gagal terbesar dalam sektor perkebunan daerah tersebut.

Kapolres Aceh Tamiang Pimpin Sertijab Empat Pejabat Utama dan Dua Kapolsek

Nasri menegaskan bahwa pengusutan kasus replanting tidak boleh dilakukan setengah hati. Ia meminta aparat penegak hukum untuk memeriksa seluruh titik pelaksanaan dan memastikan tidak ada pihak yang kebal hukum.

“Ini uang negara, bukan uang pribadi. Semua yang terlibat harus bertanggung jawab. Jangan tebang pilih. Kalau memang ada pelanggaran, tindak sampai tuntas,” tegasnya lagi.

Ia juga meminta agar pemerintah daerah lebih berhati-hati dalam menerima program nasional di sektor perkebunan, terutama yang bersentuhan langsung dengan kawasan hutan dan habitat satwa liar.

“Kita perlu belajar dari kasus ini. Jangan sampai program pembangunan justru merusak lingkungan dan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” tutupnya.

Program replanting sawit merupakan bagian dari kebijakan nasional untuk meningkatkan produktivitas kebun rakyat melalui dukungan dana dari BPDPKS. Namun, di banyak daerah termasuk Aceh Jaya, implementasinya masih menghadapi berbagai persoalan serius.()

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Tidak Bisa Disalin